Penciptaan Alam Semesta

Penciptaan Alam Semesta: “Harmoninya Filsafat dan Al-Qur’an”

Sejak zaman dahulu, penciptaan Alam semesta menjadi salah satu pembahasan yang sulit untuk dituntaskan. Sebab, tokoh-tokoh yang membahas tentang penciptaan Alam semesta pasti mempunyai argumentasinya sendiri. Pertanyaan mendasar tentang hal ini memancing rasa ingin tahu banyak orang. Adanya Alam semesta, menghasilkan banyak produk, mulai dari pemikiran baik dari Barat-Timur, mulai dari Filsafat hingga keagamaan.

Para filsuf dari zaman Pra-Socrates, dengan mempunyai pisau analisis dan logika yang tajam, mencoba menjawab sejarah fenomena ini, melalui teori-teori yang ada hingga spekulasi yang kompleks. Tak hanya mereka yang mencoba menjawabnya, Agama khusunya Islam pun mencoba menjawabnya melalui wahyu dari Allah yang berbentuk Al-Qur’an.

Sering kali kedua belah pihak ini memiliki kesamaan, antara ahli filsuf dengan tokoh Agama. Ahli filsafat mencoba sejauh mana logika dan analisis kita digunakan. Al-Qur’an memberikan jawaban yang sering kali tidak bisa dipikirkan oleh akal dan tidak bisa ditinjau menggunakan pisau analisis yang sempit.

Meski begitu, Al-Qur’an tetap memuat pesan-pesan yang mendalam tentang keagungan Sang Pencipta. Dengan menggunakan dua bilah pisau yang tajam ini, kita dapat mengupas, pandangan para filsuf mengenai proses penciptaan Alam semesta. Sedangkan, Al-Qur’an memberikan perspektif spiritual sekaligus ilmiah terkait dengan penciptaan Alam semesta.

Apakah ada keterkaitan antara Ilmu, Filsafat, dan Wahyu dalam menjawab pertanyaan yang mengandung banyak misteri dan keajaiban di dalamnya. Dari manakah Alam semesta ini berasal? Apakah teori Big-Bang itu benar adanya?atau hanya mitos belaka? Apakah Alam Semesta ini ada dengan sendirinya? ada yang mengadakan?.

Mari kita ikuti terus dari Awal hingga Akhir…..

Teori Penciptaan Alam Semesta

Banyak sekali teori yang menjelaskan “Penciptaan Alam Semesta”. Mulai dari teori Filsafat, teori Sains, hingga Teori Wahyu. Alam Semesta merupakan istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan eksistensi fisik, termasuk materi, energi, ruang, waktu, dan hukum-hukum Alam yang mengaturnya. Islam berpendapat bahwa Alam Semesta ini “Fana” atau Bahru. Dalam kata lain, sesuatu yang “Bahru” pasti ada zat yang membuatnya. Islam menyebutnya dengan “Allah”

Pendapat diatas selaras dengan ucapan Ahli Filsafat (Aristoteles) yang mengungkapkan bahwa Segala sesuatu pasti memiliki Sebab, termasuk juga dengan Alam Semesta, dia membutuhkan Penyebab Pertama yang tidak disebabkan oleh siapapun. “Penggerak Pertama” menurut Aristoteles adalah “Penggerak yang Tak Bergerak”, sedangkan Thomas Aquinas menyebutnya sebagai “Tuhan”. Teori diatas disebut dengan “Teori Hukum Kausalitas” Hukum Asal-Muasal, atau Sabab-Musabab.

Kita sering di cekokin dengan teori Big-Bang dalam Ilmu Fisika atau Kosmologi. Teori Big-Bang ini merupakan teori Ilmiah yang menjelaskan asal-muasal alam semesta. Semua partikel-partikel kecil seperti titik tunggal yang sangat kecil, padat, dan panas. Ini disebut dengan Singularitas, sehingga akhirnya menimbulkan Ledakan Besar yang disebut “Big-Bang”. Baru kemudian menjadi ruang, waktu, materi, dan energi.

Banyak sekali memang jika membahas tentang Penciptaan Alam Semesta. Sehingga ada pendapat bahwa alam semesta ini “ada tanpa permulaan”, hal ini bertentangan dengan perspektif yang sudah dipaparkan sebelumnya. Setelah membahas “Teori Penciptaan Alam Semesta”, langsung saja kita bahas Bagaimana sii penciptaan Alam Semesta itu? Apakah yang pertama Bumi dulu? langit dulu? air dulu? tanah dulu? atau apa? mungkinkah sebab adanya air, semua yang ada di alam ini “Ada”?

Kronologi Penciptaan Alam Semesta

Berbicara tentang Kronologi Penciptaan Alam Semesta yang paling populer adalah menggunakan tinjauan teori Big-Bang. Alam Semesta awalnya itu bersatu padu akhirnya berpisah (Singularitas). Berpisah satu kesatuan tadi di kenal dengan teori Big-Bang. Teori ini dicetuskan oleh Edwin Hubble, tetapi ia percaya bahwa Alam semesta ini ada dengan sendirinya, bukan ada zat yang mengadakannya.

Islam mengatakan bahwa Alam Semesta ini berawal dari penciptaan bumi terlebih dahulu. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 29 yang berbunyi

هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

Artinya: “Dialah (Allah) yang menciptakan segala sesuatu yang ada di Bumi, kemudian ia menciptakan langit, lalu ia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dia Maha Mengetahui Segala Sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah/2/29)

Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa pertama kali Allah menciptakan Bumi terlebih dahulu, lalu kemudian dia menciptakan Langit dan seterusnya. Alam semesta ini ada bukan secara langsung dan jadi semua, tapi satu persatu, bumi dulu, terus langit, dan lain sebagainya. Berkaitan dengan teorinya Edwin Hubble, Wahyu ini pun menjelaskan hal yang hampir selaras dengannya. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 30 Allah berfirman:

اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْنَ

Artinya: “Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui, bahwa Langit dan Bumi, keduanya dahulu menyatu, kemudian kami pisahkan keduanya, dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari Air, maka, apakah mereka tidak beriman.” (Q.S. Al-Anbiya ayat 30).

Ayat ini juga sering di interprestasikan sebagai dalih tentang awal mula penciptaan adalah “Bersatu” sebelum mengalami “Pemisahan”, yang sangat mirip dengan teori . Edwin Hubble yang mencetuskan teori Big-bang memang mengatakan hal yang selaras, hanya saja ia tidak membicarakan siapa yang ada dibalik kejadian big-bang itu. Sedangkan Islam tetap meyakini Bahwa terjadinya Big-bang ini ada dibalik kekuasaan Allah Sang Maha Pencipta.

Perdebatan Alam Semesta

Pada Judul kali ini, kita membahas tentang “Perdebatan tentang Alam Semesta”. Paling fenomenal adalah perdebatan tentang “Elemen Alam Semesta”. Apakah Air yang pertama kali diciptakan, ataukah Api, atau mungkin juga Udara. Banyak pakar yang membahas tentang hal ini, baik dari para filsuf hingga tokoh-tokoh agamawan.

Dalam sejarah Filsafat, tokoh pertama kali bermula dari Thales, yang ,meyakini bahwa “Segala sesuatu berasal dari Air”. Dalam histori, Thales dianggap sebagai salah satu orang Bijak yang ada di Yunani, sehingga ia membuat pernyataan seperti diatas. Berbeda dengan Anaximander, merupakan filsuf kedua dari madzhab Milesian, ia berpendapat bahwa substansi asal segala sesuatu bukanlah air, atau unsur lain yang dikenal. Menurut Aristoteles, Anaximander mengatakan bahwa “unsur-unsur yang telah dikenal itu saling beroposisi. Udara bersifat dingin, air bersifat basah, api bersifat panas. Sehingga, jika salah satu substansi itu adalah asal, maka saat ini substansi tersebut sudah tidak ada. Maka dapat diambil kesimpulan sementara, bahwa substansi asal itu harus bersifat netral, meskipun ada di tengah perselisihan kaya sekarang.

Lain hal dengan Anaximenes yang berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari “Udara”. Jiwa adalah udara, api adalah udara yang encer, jika dipadatkan, pertama-tama akan menjadi air, lalu menjadi tanah, dan akhirnya menjadi batu. Mungkin pendapat yang terakhir adalah menurut Pythagoras, karena dia merupakan orang yang mencetuskan Matematika sebagai argumen deduktif demonstratif, sehingga ia mengatakan bahwa “Segala sesuatu berasal dari angka, sesuatu yang abstrak”. Berarti segala sesuatu berasal dari perhitungan-perhitungan (angka) yang sesuai.

Apakah selaras dengan Al-Qur’an?

Usaha para filsuf menjawab pertanyaan diatas, cukup bisa dikatakan berhubungan dengan apa yang dikatakan dalam Al-Qur’an. Salah satunya adalah pendapat Thales, ia mengatakan bahwa asal segala sesuatu berasal dari Air. Hal ini selaras dengan Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 30, bahwa setelah bumi diciptakan, barulah kemudian diciptakan Air sebagai bahan dasar segala sesuatu yang ada di Alam semesta.

اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ اَفَلَا يُؤْمِنُوْن

Sedangkan Pythagoras mengatakan bahwa Alam semesta ini dimulai dengan perhitungan. Pendapatnya sedikit selaras dengan firman Allah, yang menyatakan bahwa “Allah menciptakan Langit dan Bumi selama 6 hari”, hal ini ada pada surat Al-A’raf ayat 54 yang berbunyi:

اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ

Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu yang menciptakan Langit dan Bumi selama enam hari.” (Q.S. Al-A’raf ayat 54)

Ayat ini menerangkan bahwa kronologi pembuatan langit dan bumi memiliki perhitungan, yaitu selama 6 hari. Penciptaan ini mempunyai proses dan tidak langsung uplek jadi (Betawi). Hal ini selaras seperti yang dikatakan oleh Pythagoras.

Selanjutnya adalah pendapatnya Anaximenes, ia mengatakan bahwa segala sesuatu berasal dari “Udara”. Hal ini selaras dengan Al-Qur’an surat Fushshilat ayat 11 yang berbunyi:

ثُمَّ اسْتَوٰىٓ اِلَى السَّمَاۤءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْاَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا اَوْ كَرْهًاۗقَالَتَآ اَتَيْنَا طَاۤىِٕعِيْنَ

Artinya: “Kemudian Allah menuju kepada penciptaan Langit, dan langit awalnya adala “Asap”. Maka Allah berkata: Tunduklah kepadaku dengan patuh atau terpaksa. Keduanya menjawab (langit dan bumi), kami tunduk dengan patuh.” (Q.S. Fushshilat ayat 11)

Ayat ini menjelaskan bahwa langit pun awalnya berawal dari “Asap”. Asap disini dapat diartikan Udara, sebagaimana yang dikatakan oleh Anaximenes. Ada beberapa pendapat Para pakar filsafat yang hampir selaras dengan ayat-ayat Al-Qur’an, dalam hal ini disebut dengan Al-Ayat Al-Kauniyah.

Karena sedikitnya pengetahuan yang saya miliki, mungkin hanya segini yang bisa saya cantumkan dalam tulisan ini.

Alief hafiz
Alief hafiz

"Scribo Sic Existo"

Articles: 18

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *