Lukisan ketika revolusi Perancis

Ideologi Liberalisme

Indonesia memiliki keunikan yang berbeda dengan negara-negara lain, terlebih lagi jika membicarakan tentang ideologi. Banyak sekali ideologi yang tertanam di Indonesia, semenjak datangnya negara-negara asing untuk menjajah Indonesia, bukan hanya kebiasaan yang di ambil oleh masyarakat Indonesia, melainkan ideologi negara luar bisa di adaptasi ke Indonesia, lalu di modifikasi hingga berbeda dengan ideologi-ideologi yang ada di negara luar.

Ideologi yang masyhur seperti, Liberalisme, komunisme, marxisme, kapitalisme, sosialisme, leninisme, dan masih banyak lagi ideologi yang pernah singgah di Indonesia. Berbicara Indonesia, tak luput dari terjerat dan bebas, banyak sekali masyarakat tempo dulu, di asingkan, dimasukan ke penjara, hingga akhirnya menuntut untuk bebas.

Baca artikel saya tentang Filsafat : Pondasi Awal Ilmu adalah Filsafat

Konsep Dasar

Secara umum, liberalisme ini berasal dari bahasa Latin liber, yang bearti “free” (bebas). Meskipun begitu, banyak sekali persamaan kata liberal, contohnya liberty, libertarian, libertine, semua ini memiliki arti yang sama, hanya katanya saja yang berbeda-beda. Kalo dalam bahasa Inggris ada tiga frasa yang berarti “bebas”, yaitu, freedom, liberty, dan independent. Secara tekstual maknanya sama-sama “bebas”, tetapi secara kontekstual maknanya berbeda-beda, tergantung situasi dan kondisi apa yang sedang dilakukan.

Freedom, biasanya merujuk pada hal-hal yang bersifat negatif. Freedom adalah kemampuan individu untuk bertindak sesuai kehendak pribadinya sendiri tanpa campur tangan pihak luar (eksternal). Sedangkan Liberty suatu sifat yang menggambarkan kebebasan individu untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan, konsep liberty ini lebih merujuk kepada hal-hal yang bersifat Positif. Ada satu lagi, yakni Independent, ini adalah sifat yang sudah tidak bergantung kepada hal-hal apapun.

Dalam sejarah, Indonesia pernah di jajah oleh Belanda, ada yang mengatakan dijajah selama 350 tahun, tapi apakah itu benar atau salah, Wallahu A’lamu Bishowwab. Ketika Belanda pergi dari Indonesia, secara pengertian kita sudah freedom, tapi apakah sudah Independent. Jika sudah, maka tidak membutuhkan belanda lagi.

Kembali ke pembahasa. Kata liberalisme ini terbagi menjadi dua akar kata, yaitu, liberal dan isme. Di tahun 2015 silam, kata ini sedang buming-bumingnya dalam kamus online merriam webster, banyak sekali orang mengejar-ngejar kata isme. Dalam khazanah Barat, kata isme ini muncul pada abad 17 sekitar tahun 1680an. Ism berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu, ismos, kemudian mulai diadopsi kedalam bahasa latin, lanjut prancis, kemudian terakhir masuk ke dalam bahasa Inggris, dan terakhir Indonesia menjadi “Isme”.

Jika ditinjau dari aspek terminologi, Liberalisme ini adalah sebuah ideologi, filsafat, dan sering dikaitkan dengan permasalahan politik. Nyawa ideologi ini ada pada kebebasan dan persamaan hak dalam berpikir dan berekspresi antar individu. Seseorang menganut paham Liberal, maka ditandai dengan tidak manut dan tidak ikut-ikut orang lain.

Peristiwa Lahirnya Liberalisme

Secara histori, liberalisme ini mengacu pada dua konflik penting. Pada abad 17-18 ada dua revolusi penting, pertama, adalah revolusi Perancis, kedua, adalah revolusi Amerika. Pada revolusi Perancis ditandai oleh transisi pemerintahan dari monarki menjadi republik yang menjadi inspirasi besar dalam tatanan politik dunia. Sebab adanya revolusi Perancis ini, berimbas besar terhadap Islam, yang melahirkan gaya berpikir liberal di Mesir pertama kali.

Revolusi Amerika ini diawali dengan pertempuran Amerika melawan Inggris. Koloni-koloni Amerika ini ingin bebas dari jajahan Inggris, kemudian lahirlah revolusi Amerika. Sejak pertempuran ini, lahirlah teks proklamasi Amerika, yang disebut Declaration of Independents, naskah inilah yang menginspirasi lahirnya paham Liberalisme. Kalau revolusi perancis terkenal dengan tiga semboyannya, liberte, egalite, fraternite (Kebebasan, Kesetaraan, dan Persaudaraan).

Liberty Leading The People, karya Delacroix

Lukisan ini dilukis ketika revolusi Perancis. Dalam lukisan tersebut digambarkan “Dewi Kebebasan”. Dari sinilah muncul kesadaran bahwa manusia itu bebas dan setara, kok bisa orang-orang pemerintahan narik pajak tapi tidak melakukan hal apapun, kita yang susah membayar pajak, mereka hidup nyaman, dan aman menerima pajak dari kita rakyat bawah. Kita sengsara, mereka berjaya, dia mendapatkan kejayaan, kita tidak mendapatkan sepersen pun. Ini sedikit gambaran untuk pemerintahan di bangsa kita sendiri.

Pada abad 17-18 orang Eropa khususnya lahir kesadaran besar tentang kebebasan dan kesetaraan manusia. Sebenarnya status kita sebagai manusia sama, hanya saja rekayasa sosial dan politik yang membuat kita berbeda. Sosok nyata dalam Islam adalah Nabi dan Rasul, mereka sama seperti kita manusia, tetapi hanya status sosial dan politik langit yang membedakan, beliau mendapatkan wahyu, sedangkan kita tidak. Secara humanis kita sama, tapi secara politic kita berbeda.

Sejarah ini tak lepas dari tokoh filsafat, yaitu Thomas Hobbes dan John Locke, tokoh filsafat yang menginisiasi benih-benih kesadaran. Dua filsuf ini mempunyai teori yang saling bertolak belakang, tetapi hasilnya sama.

Tonton Chanel MJS tentang : Liberalisme

Sang Inisiator Kesadaran

Thomas Hobbes dan John Locke merupakan tokoh filsafat yang menginisiasi benih-benih kesadaran. Sehingga mempunyai teorinya masing-masing. Thomas Hobbes punya teori “Suudzon pada Manusia”, sedangkan John Locke “Husnudzon pada Manusia”, meskipun mempunyai teori yang berbeda, tetapi dampaknya tetap sama.

Thomas Hobbes (1588-1679)

Kalo kata Thomas Hobbes, manusia itu dasarnya jelek, sesuai dengan fitrahnya. Manusia kalo tidak diberikan aturan, tata tertib, norma, hingga hukum, maka dia akan melakukan sesuka jidatnya, sehingga nanti muncullah Agama, sebagai sistem aturan kehidupan Manusia. Oleh karena itu, hadirlah sistem politik, aturan, norma, yang dikenal dengan “Negara”, supaya manusia hidup damai. Pada dasarnya manusia itu bebas, tapi karena dasarnya jelek, maka harus dikasih batasan.

John Locke (1632-1704)

John Locke berpendapat, Manusia itu dasarnya baik. Manusia menjadi jelek karena bergabung dengan pihak luar yang berbeda-beda latar belakangnya. Peristiwa revolusi Perancis dan Amerika lah yang membuat Manusia itu jelek, akibat kesenjangan sosial dan ketidaksetaraan antar manusia. Sehingga “Negara” ini menjadi wasit, agar pendapat-pendapat manusia yang positif tidak tabrakan yang hasilnya adalah peperangan, baik itu perang pemikiran ataupun perang angkat senjata. Kedua teori ini disebut dengan “State of Nature” atau wilayah yang alami.

Dua teori ini lah yang menginspirasi banyak orang untuk merumuskan seperti apa bagusnya setiap orang mengekspresikan kebebasannya. Sebab adanya negara yang menjadi wasit inilah, menghasilkan aturan untuk membatasi kehendak Manusia, meskipun berbeda sudut pandang.

Liberalisme Klasik dan Modern

Dari dua filosofi diatas, lahirlah Liberalisme Klasik yang didasari oleh “kebebasan negatif” atau yang disebut freedom. Orang-orang Liberalisme Klasik berpendapat sistem, aturan, dan lainnya seminimal mungkin melahirkan kebebasan. Banyaknya aturan, norma, sistem, dogma, dan semacamnya, menimbulkan keterbelengguan dalam hidup. Maka dari itu, perannya Negara hanya sebagai wasit yang membatasi apabila ada percekcokan antara satu sama lain.

Selanjutnya adalah Liberalisme Modern, model liberal ini didasari oleh “Kebebasan Positif” atau yang disebut dengan liberty bebas untuk melakukan segala hal agar mencapai tujuan yang diinginkan. Hal ini dapat tercapai apabila mampu berpikir, mampu bertindak sesuai yang kamu kehendaki. Dalam liberalisme modern, dituntut untuk bebas dari hal apapun, dan juga bebas untuk melakukan hal apapun sesuai dengan kapasitas dan kemampuan diri pribadi.

Inilah sebabnya, mengapa Imam Syafi’i melarang untuk mengikuti (bertaqlid) kepadanya di dalam kitab Muqoddimah Al-Muzanni. Disana Imam Syafi’i berkata “Melarang orang bertaqlid kepadanya dan kepada selainnya, supaya masing-masing individu dapat melakukan penyelidikan dan mencari makna yang lebih terpelihara”. Bebas dari menjadi fanatisme pendapat, dan bebas untuk mencari dan menelaah pendapat yang lain. Inilah konsep Liberalisme Modern.

Liberalisme Modern menuntut Negara tidak hanya menjadi wasit untuk membiarkan orang melakukan sesuatu, tetapi memberdayakan orang agar dia dapat melakukan sesuatu. Oleh karenanya, dalam organisasi ada Pendidikan dan Pelatihan, agar semua orang tidak terdiskriminasi harus mengerti apa yang disampaikan oleh pemateri dan harus manut kepadanya. Sehingga karena adanya kegiatan ini, manusia mampu memperdayakan individunya masing-masing.

Nilai-Nilai Utama Liberalisme

Model Liberalisme apapun, baik itu liberalisme klasik, modern, hingga di dalam Islam itu ada Jaringan Islam Liberal yang di inisiasi oleh Gus Ulil Abshar Abdalla, pasti memegang teguh nilai-nilai utama dalam Liberalisme. Ada enam Nilai utama dalam Liberal, diantaranya :

A. Hold The Basic Equality of All Human Being

Semua liberalis, pasti menjunjung tinggi setiap manusia yang ada kedudukannya setara, yang membedakan hanya fungsi dan peran saja. Tidak boleh ada konsep labeling antar sesama manusia, semuanya sama, berikan hak yang sesuai. Konsep ini menuntu manusia untuk tidak Insecure, kebanyakan orang Indonesia mudah minder dan menyebabkan tidak percaya diri. Gampang minder, gampang putus asa.

B. Treat the Others Reason Equally

Perlakukan pikiran orang lain yang berbeda secara setara. Setiap orang itu berpendapat sesuai kapasitas otaknya masing-masing, sesuai konteksnya masing-masing. Makanya, jangan sampai disepelekan, jangan sampai mendiskriminasi, hanya karena siapa yang mengatakan. Konsep ini sesuai dengan pepatah Islam yang mengatakan “Undzur ma Qola, Wala Tandzur Man Qola” lihat apa yang diucapkan, bukan lihat siapa yang mengucapkan. Konsep ini yang mengajarkan kita untuk bijak, baik bijaksana maupun bijaksini.

C. Goverment by the Consent of The People or The Governed

Ditinjau dari segi politik, pemerintahan kelembagaan apapun itu sesuai konsennya masing-masing, sesuai pakar dan ahlinya masing-masing, dan yang paling penting adalah sesuai dengan persetujuan berbagai macam pihak. Inilah yang membuat negara tidak menjadi tirani, otoritarianisme, dan dictatorship. Adanya kenaikan pajak yang disetujui oleh rakyat, ini tidak menjadi tirani, melainkan dictatorship tirani.

D. The Emphasis of Individual

E. The State is Instrument

Negara dan Lembaga sosial hanya sebagai alat, tujuannya hanya untuk kesejahteraan umat atau rakyat. Konsep ini menimbulkan ketentraman individu-individu yang ada di bawah lembaga tadi. Sebuah ketentraman dan kesejahteraan yang didapati oleh rakyat, inilah yang disebut The State is Instrument, obyeknya tetap Rakyat.

F. Refuse Dogmatism

Alief hafiz
Alief hafiz

"Scribo Sic Existo"

Articles: 18

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *