Dari Secangkir Kopi, Bara Tembakau, hingga Buku Berharga

Di sore hari, dengan sejuknya awan, dan ramainya suara motor. Seorang laki-laki kisaran umur 20 tahun, datang ke sebuah coffe shop daerah Tanggerang. Datang sendiri, dengan mengendarai motor matic. Langkah demi langkah ia tapaki di kafe tersebut. Mengisi secarik kertas absen, agar dapat diperbolehkan masuk ke dalamnya. Sambil menatapi orang-orang yang ada disekitarnya, ia berjalan ke tempat kasir untuk membeli secangkir coffe.

Perempuan bercelana pendek dan hanya memakai tank top tampil seksi di depan bar coffe, sambil menyapa “Selamat Sore Kak, ingin pesan apa kak?”. Dengan senyuman yang indah nan menawan, ia memberikan ku daftar menu yang ada di kafe itu. Suasana senja disore hari itu, membuat si lelaki untuk duduk dipojok, dekat sekali dengan beberapa narasumber yang ada di hadapannya.

Setelah mendapatkan secangkir minuman berwarna coklat dengan air keringat yang tercucur deras di sekeliling gelasnya. Rasanya, tak sempurna bila tak mengeluarkan sebungkus rokok berwarna emas (Surya). Surya, yaa, rokok yang pas dinikmati di senja seperti itu. Si lelaki sadar, cinta sejati anak perempuan adalah ayahnya, sama seperti secangkir kopi, cinta sejatinya adalah seputung rokok.

Beberapa jam telah berlalu, tertampak tajam bara api yang hampir menghabisi busanya. Sayang, dan mubadzir. Lelaki itu menyalakan api untuk membakar rokok yang keduanya, tepat dihempit dengan kedua belah bibir atas dan bawah, menarik perlahan dan mengembuskannya sangat dalam. Huftttt, tarikan yang dalam pada isapan yang pertama.

Asbak pun penuh dengan abu dan putungan rokok. Hingga segumpal bara pun berandai-andai tentang mas Larantuka yang datang di kedai yang sama. Owh iya, nama coffe shop ini adalah “Kedai Kinetik”, mungkin itu nama tempat cerita ini dimulai, sebuah tempat berdiskusi, mengawali pertemuan, dan menutup pertemuan. Kedai ini dimulai dengan perbincangan sastra.

Baca artikel saya yang serupa: Sembilan Pemuda Membangun Persegi Lima

Kedai Kinetik: Tempat Bincang Sastra

Banyak kafe bertebaran di dataran Jakarta hingga Tanggerang, tak habis-habisnya mengadakan diskusi setiap harinya. Kedai Kinetik, memulai harinya dengan berdiskusi sastra, dan ditutup dengan penampilan puisi sastra. Banyak yang tak menyadari, bahwa ada hal penting di setiap kafe yang ada di Jakarta. Entah diskusi ini menjadi sorotan mata atau tidak, yang jelas, ini kedua kalinya Lelaki itu berdiskusi di Kafe Jakarta.

Kehadirannya yang sekarang, adalah hal yang tak disengaja, lantaran memang kedainya dekat dengan tempat singgahku sebelumnya. Tak hanya diskusi, ia pun di hibur oleh band musik bernama The Cat Police, band kelahiran 2008 itu sudah memiliki banyak lagu populer, hingga harum di dunia lokal. Harapan yang tadi ia uraikan, tak berhenti sampai disitu. Setelah habis berbatang-batang rokok, akhirnya benar kata pepatah Pucuk di Cinta Ulampun Tiba.

Datanglah sang lelaki bertubuh tinggi nan besar, berambut panjang dan juga gimbal, mungkin reinkarnasi dari Bom Marley. Mas Berto Tukan, seorang sastrawan asal Larantuka yang sekarang menetap di Jakarta, seorang penulis dan peneliti, sudah banyak tulisan yang ia muat di beberapa laman web, salah satunya adalah Indoprogress.com.

Pucuk di Cinta Ulampun Tiba

Kali kedua saya berjumpa dengannya. Setelah lama saya menatapnya dari kejauhan, seperti hewan buas yang siap menyantap mangsanya, akhirnya ia sadar akan kehadiranku di kafe yang sama. Hingga ia menyapaku, dengan berkata “Bung, sini jauh sekalih” dengan nadanya yang tegas, ia memanggil ku. Aku baru ingin menghampirinya, tetapi ia malah menghampiriki duluan.

“Dari kapan Bung?” Tanya Mas Berto
“Sedari sore mas, sekitar jam setengah 6 lah”
“Wah…lama juga ya, setelah ini nanti kita ngobrol ya”

Memang tokoh yang sibuk, baru sebentar berbincang dengannya, langsung pergi lagi. Tak bisa dipungkiri, ia memang sibuk, kesehariannya, kalau tidak menulis, ya meneliti. Mungkin, lulusan Driyakara memang begitu ya, kritis, rajin, dan sigap. Itulah Mas Berto Tukan.

Beberapa jam kemudian, ia kembali menghampiri ku dan kita berbincang sedikit perihal acara yang kita selenggarkan minggu lalu.

“Bagaimana bung acara minggu lalu, sorry ya gua gak bisa dateng, sebab ada agenda lain yang kebetulan bentrok dengan agenda bung, mungkin lain waktu gua bisa duduk bareng, sama temen-temen dari kampus Marhalah” Ucap Mas Berto Tukan.

“Siap Mas, nanti kita jadwalkan kembali untuk ngadain diskusi bareng mas berto.”

Alief hafiz
Alief hafiz

"Scribo Sic Existo"

Articles: 18

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *